Berbahagialah
“Mereka yang tidak bisa tertawa adalah Orang Suci yang menyedihkan. Mereka
terlalu serius. Mereka kurang terbuka.” (Maha Guru Ching Hai)
“Agama Tertawa”
Disampaikan oleh Maha Guru Ching Hai, Retret Tujuh Hari, Hsihu, Formosa, 29 Juli
– 6 Agustus 1989 (Asal bahasa China)
Saya pernah mendengar bahwa tertawa adalah obat yang baik untuk menyembuhkan
segala macam penyakit. Ada pepatah China yang mengatakan, “Seseorang harus
tertawa dengan sepenuh hati tiga kali sehari.” Jadi, sudah berapa kalikah kita
tertawa hari ini? (Hadirin tertawa.) Terlalu banyak untuk dihitung. Tidak heran
ada orang yang menganggap saya kurang serius. (Guru dan hadirin tertawa.) Mereka
mengatakan bukannya menjelaskan tentang kitab suci, saya malah menceritakan
lelucon sepanjang waktu. Ini karena kita adalah agama tertawa. (Hadirin
tertawa.) Jadi, kalau ada orang yang bertanya Anda berasal dari agama apa,
katakan saja bahwa kita berasal dari “Agama Tertawa!” (Guru dan hadirin tertawa;
hadirin bertepuk tangan.) Jika seorang Buddha berduka dan bersedih maka ia
adalah Buddha yang menyedihkan. Ia tidak berguna. Apa gunanya menjadi seorang
Buddha kalau ia bahkan tidak bisa tertawa?
Di Barat juga ada pepatah, “Orang Suci yang sedih adalah Orang Suci yang
menyedihkan.”
Kita dapat Mengukur Tingkatan Kita dari Tertawa Kita
Oleh karena itu, kita dapat menunjukkan seberapa tinggi tingkatan kita hanya
dengan melihat seberapa sering kita tertawa setiap hari. (Guru dan hadirin
tertawa.) Kita dapat mengukur tingkatan kita dengan tertawa kita, dan kita tidak
perlu menunggu untuk mengetahui tingkatan kita setelah mulai berlatih Metode
Quan Yin dari seorang Guru. Mereka yang tidak bisa tertawa adalah Orang Suci
yang menyedihkan. Mereka terlalu serius. Mereka kurang terbuka.
Kadang Anda bertanya kepada saya, “Mengapa para biarawan dan biarawati dari
tempat lain tidak bisa tertawa? Mereka kelihatannya sangat serius dan
menyedihkan.” Ini karena mereka adalah “Para Suci yang menyedihkan.” Mereka
tidak memiliki apapun untuk tertawa karena hati mereka tidak terbuka.
Semakin kita menjalani latihan rohani kita, semakin lapang kita jadinya. Kita
menjadi orang yang sungguh terbuka pikirannya. Kita merasa tidak ada yang pantas
untuk diambil hati, tidak peduli apakah itu baik atau buruk. Itulah sebabnya
menjadi seorang Guru sangatlah sulit: Ia harus mengoreksi kelemahan orang lain
meskipun tidak ada kaitan dengan diri-Nya. Ia sudah tidak memikirkan apapun lagi
jadi bagaimana Ia masih bisa melakukan pekerjaan ini? Ini sungguh merepotkan dan
melelahkan. Ia harus memaksa diri-Nya untuk melakukan sesuatu yang tidak Ia
inginkan.
Dulu, ketika saya tinggal sendirian, saya sungguh bahagia. Saya tidak
menginginkan apapun dan tidak membutuhkan apapun. Sekarang, saya memiliki begitu
banyak murid dan permasalahan saya jadi bertumpuk juga. (Hadirin tertawa) Itu
benar! Anda semua membawa masalah Anda kepada saya dan menceritakannya kepada
saya. Masing-masing menceritakan masalah yang berbeda. (Guru dan hadirin
tertawa.) Bila saya melihat Anda begitu sengsara, saya cemas terhadap Anda dan
mencoba mengurangi penderitaan Anda. Jadi saya tertarik turun oleh Anda. Saya
hanya bisa pulih setelah saya menyelesaikan semua permasalahan Anda karena saya
menyatu dengan Anda.
Bagi mereka yang berstatus sebagai orangtua, bukankah Anda menderita ketika anak
Anda sakit? (Hadirin menjawab, “Ya”) Benar. Anda tidak bisa tidur. Anda duduk di
samping anak Anda, menghiburnya, mengompresnya, dan merawatnya. Anda tidak bisa
makan dan tidur dan Anda akan terlihat sangat pucat. Anda menyalahkan diri
karena tidak bisa mengambil-alih penyakitnya atau berbagi penderitaannya. Itu
bukan berarti Anda menyakiti diri sendiri. Itu semata-mata karena Anda merasakan
kesakitan yang sama dengan anak itu meskipun Anda sendiri sehat. Anda merasa
sedih karena anak itu merasa begitu lemah dan tak berdaya, dan ia terus menangis
karena ia tidak bisa mengungkapkan di mana sakitnya. Bukankah demikian? (Hadirin
menjawab, “Ya”)
Bahkan orangtua yang masih melekat pada keduniawian juga demikian adanya,
apalagi orangtua yang berlatih rohani. Ia benar-benar menangis untuk kita. Namun
jika situasinya sudah terlalu menyakitkan dan Anda sendiri menjadi menderita,
bagaimana Anda dapat terus hidup? Jadi, kita harus senantiasa melihat sisi
terangnya. Saya selalu menceritakan lelucon untuk membuat Anda tertawa karena
secara alami saya juga senang tertawa. Kita harus tertawa kapan pun kita bisa
karena tidaklah mudah untuk tertawa di dunia ini! (Guru dan hadirin tertawa;
hadirin bertepuk tangan.) Bila Anda datang ke sini untuk meluangkan waktu dengan
saya dan masih juga tidak bisa tertawa, maka Anda sungguh tidak berguna. Anda
sudah parah. Anda tidak akan bisa menemukan kebahagiaan di manapun juga.
Jadi kalau Anda ingin menjadi Buddha, Anda harus ingat bahwa ketika Anda datang
ke sini Anda harus menjadi “Buddha Tertawa.” Meskipun Anda tidak bisa menjadi
seorang Buddha, paling tidak kalau menjadi hantu jadilah “Hantu Tertawa.” (Guru
dan hadirin tertawa.) Jika kita tidak memiliki hati yang terbuka dan
bertoleransi, apa gunanya menjadi seorang Buddha?
Hati Kita Harus Lapang Seperti Udara dan Lautan
Semakin lama kita berlatih, semakin rilekslah kita. Kita tidak memiliki perasaan
bersalah apapun. Tidak ada apapun yang dapat mengikat kita, dan tidak ada konsep
praduga yang dapat menekan kita. Hati kita akan menjadi sangat lapang seperti
udara dan lautan. Kita tidak dibatasi oleh penyimpangan apapun atau terikat pada
tradisi atau kebiasaan apapun. Hati kita menjadi terbuka lebar. Itulah sebabnya
sangat mudah bagi kita untuk tertawa. Kita dapat tertawa meskipun tidak ada
alasan untuk tertawa karena batin kita begitu bahagia.
Alam Tertawa
Disampaikan oleh Maha Guru Ching Hai, Retret Internasional Tujuh Hari, Pnomh
Penh, Kamboja, 14 Mei 1996 (Asal bahasa Inggris)
Setelah kita berusaha terus dan tulus dalam jangka waktu tertentu maka Tuhan
akan membawa kita ke Alam Tertawa. Itulah tempat di mana kita memiliki banyak
lelucon dan segalanya menjadi lucu bagi kita. Tidak ada lagi Buddha duka, tidak
ada lagi Para Suci serius yang berjalan mondar-mandir untuk menunjukkan kepada
orang lain bahwa mereka telah bekerja keras, bahwa mereka telah berbakti pada
Guru, bahwa mereka begitu mencintai Guru sehingga mereka harus lompat ke depan
semua orang hanya untuk melihat Guru, dan sebagainya. Itulah mengapa Anda selalu
mendengar bahwa kebanyakan Guru memiliki selera humor yang tinggi; mereka bisa
tertawa dengan setiap orang, bahkan kepada Tuhan dan mereka sendiri. Itulah
tanda keberhasilan dari orang tercerahkan. Mereka telah sampai ke Alam Tertawa
karena mereka sadar bahwa semuanya hanyalah sandiwara.
Kita Berlatih Keras Hanya untuk Mencapai Titik Puncak Rileks
Disampaikan oleh Maha Guru Ching Hai, Retret Internasional Tujuh Hari,
Santimen, Pingtung, Formosa, 24 Desember 1992 (Asal bahasa Inggris)
Kalau saya meninggal, saya akan meninggal sambil tertawa; itu benar. Bila kita
memahami Kebenaran, kita akan senang dalam segala aspek; jadi janganlah berhenti
tertawa dalam keadaan apapun juga.
Sebenarnya, kita berlatih keras hanya untuk mencapai titik puncak rileks
sehingga kita dapat menikmati keberadaan kita dan apa yang kita miliki dalam
keadaaan apapun juga. Dengan demikian, kita dapat membuka hati kita untuk
bertoleransi dalam segala hal hingga merasakan Keberadaan Tuhan dalam setiap
makhluk, sehingga kita tidak memandang rendah siapapun. Kita bisa saja memandang
rendah kebiasaan mereka atau kumpulan sifat buruk mereka, tapi kita tidak
memandang rendah mereka. Meskipun kita tidak menyukai kebiasaan mereka, tetapi
kita suka dengan orang tersebut sepanjang waktu.
“Kita harus melihat matahari dari sisi terangnya, OK. Sekarang, salah satu
rahasia ajaran saya telah diturunkan pada Anda. Begitulah caranya kita menjaga
kebahagiaan dan kepuasan, mengembangkan bakat kita, sifat alami kebahagiaan
serta sifat positif kita. Kita tidak bisa selalu mengharapkan segalanya terjadi
menurut apa yang kita inginkan. Namun, kita harus menerima apapun yang Tuhan
rencanakan. Itu akan selalu menyenangkan, mengejutkan, dan penuh warna,
mengerti? Itu akan menjadikan hidup Anda lebih menarik.” (Maha Guru Ching Hai)
“Ketika Anda tersenyum, seluruh keberadaan Anda tersenyum juga; dan tingkat
kesadaran Anda secara otomatis akan naik sampai tingkatan tertentu. Jadi,
banyaklah tersenyum. Tersenyumlah pada waktu bahagia maupun sedih. Menangislah
apabila Anda ingin menangis, tapi tersenyum juga pada waktu Anda menangis.
Biarkan airmata berlinang tetapi hati Anda tetap tersenyum. Cobalah tersenyum
kapan pun Anda bisa.” (Maha Guru Ching Hai)
|